
Apa kabar bung? Tak terasa sudah beberapa waktu setelah kamu memutuskan mengakhiri hidup dengan menggantung diri. Jadi, apa yang kamu lakukan di sana sekarang? Apakah kamu sudah bersua dengan karibmu Chris Cornell? Mungkin kalian berdua kemudian memutuskan membentuk proyek musik bersama. Sebuah kugiran musik yang diberi nama Suicide Is An Option atau The Ghost Called Depression. Mungkin kalian berdua mengajak serta para musikus yang juga memutuskan mengakhiri hidup di masa lampau? Kurt Cobain harus diajak karena dia toh paling terkenal kan. Nick Drake jangan lupa, tuning gitar dia yang tidak biasa akan memberi warna baru pada musik rock kalian.
Tetapi, apa benar kalian bisa membuat proyek musik bersama itu di sana? Atau, yang ada sebenarnya hanya kegelapan abadi? A total void, emptiness, darkness?
Belakangan aku baru bisa mendengarkan dengan saksama album One More Light. Album terakhir bandmu Linkin Park yang sebelumnya aku cap sebagai dekaden karena mengikuti pola-pola EDM a la David Guetta, Calvin Harris, atau Marshmellow yang lagi digandrungi kids zaman now. Setelah keputusanmu meninggalkan dunia, istri, dan enam orang anakmu, aku memutuskan mendengarkan album barumu, membandingkannya dengan Hybrid Theory. Setelah lebih intens menyimak, baru aku sadar. Meski bangunan musiknya kekinian, toh dari segi lirik dan melodi yang kamu gubah tetap menyiratkan teriakan sunyimu, rasa putus asamu karena hidup yang nelangsa dirongrong hantu jahat bernama depresi.
Pasti berat banget ya bung? Kamu sudah berusaha bertahan, persis bait lagu “Heavy” yang kamu nyanyikan “holding on, why everything so heavy? Holding on, so much more then I can carry.” Ndak papa kok mas Ches. I feel you bro. Kamu bukannya lemah. Kamu sudah melawan sebaik-baiknya kok bung. Sekuat tenaga. Barangkali kamu sudah di titik nadir hingga menulis lirik “Nobody can save me now (only I can save me now).” Di titik ini kamu sadar. Perang abadimu melawan depresi adalah peperangan sunyi. Tidak akan ada orang lain yang mampu membantumu. Tidak ada orang yang mampu mengerti apa itu depresi dan bagaimana kengeriannya hingga seseorang itu merasakan sendiri saat mengidapnya.
Depresi ibarat hantu yang menggelayutimu. Dia tidak terlihat orang lain. Hanya dapat dilihat dan dirasakan sebagai beban yang menahan oleh mereka yang mengidapnya.
Aku penasaran bung. Apa yang ada di pikiranmu di detik-detik terakhirmu? Saat temali itu mulai kamu lilitkan ke leher, dan kamu bersiap melompat dari meja atau kursi. Apakah kamu takut? Ragu? Atau sudah mengenyahkan itu semua dan berpikir bodo amat, lebih baik mati berkalang tanah ketimbang hidup dalam cekaman si setan hitam.
Lalu kenapa kamu memilih menggantung diri sih bung? Di hari ulang tahun Chris Cornell pula. Oh, apa kamu terinspirasi dari guru rockmu itu yang juga mati gantung diri? Tetapi mungkin alasanmu lebih dari ikut-ikutan ya. Mungkin kamu sudah memikirkannya masak-masak. Gantung diri adalah cara mudah mati. Karena saat tali itu sudah menjerat tenggorokanmu, there is no turning back. Saat kamu tercekik, kamu sudah tidak akan bisa mundur lagi. Kecuali ada orang yang menemukan dan menyelamatkanmu sih.
Mungkin kamu sudah tahu bahwa misalnya kamu memutuskan bunuh diri dengan mengiris arteri di pergelangan tangan, kamu masih bisa meragu, mundur teratur dengan membebat lukamu dengan sesuatu. Atau kamu paham benar bagaimana tubuh manusia akan berusaha bertahan hidup sebagai insting alami, darah tercipta sebagai cairan yang mudah menggumpal sehingga saat ada luka di badan ia akan membeku menutupnya agar si empu tubuh tak kehilangan banyak darah dan tetap hidup.
Kamu sudah mantap benar rupanya ya bung untuk mati. Kenapa nggak lompat dari gedung tinggi bung? Itu sama aja kamu nggak akan ada kesempatan meragu kan? Sekali lompat, beberapa detik kemudian tubuhmu menghujam ke bumi yang pejal. Tetapi barangkali kamu cuma tak mau tubuhmu berantakan ya saat mendarat. Kasihan nanti anak istrimu menguburkanmu yang dagingnya tercerai berai dengan otak moncrot keluar.
Tetapi bagaimana kalau ternyata si hantu ngikut ke dunia sana ya bro? Ngikut nggak sih? Kan ngeselin juga ya, niatnya bunuh diri biar bebas dari cengkeraman kuat si hantu, eh ladalah ternyata si hantu ikut ke akhirat.
Aku jadi ingat saat pertama kali mendengarkan Linkin Park di masa SLTA silam. Aku terpukau dengan bagaimana caramu bernyanyi, terkadang berteriak. Aku terpesona pada bangunan musik kalian yang gitarnya gahar, pake sampling dan turntable segala, caramu berbagi shift nyanyi dengan Mike Shinoda yang harus nge-rap. Ya tapi mana aku tahu waktu itu kalau ternyata kamu nyanyi sambil curhat di lirik-lirikmu tentang traumamu karena pelecehan seksual saat remaja yang berujung pada hinggapnya depresi.
Ya aku jadi bertanya-tanya juga, trauma masa remaja itukah trigger atau pemicu hinggapnya depresi ke dirimu bung? Kenapa setiap orang diciptakan dengan titik ketahanan psikologis yang beda ya? Walau di titik ini aku paham bahwa setiap orang sesungguhnya punya kecenderungan untuk sakit atau mengalami gangguan kejiwaan. Namun, kenapa trigger dan titik awal kenanya bisa beda-beda? Ada yang butuh waktu lebih lama untuk kesambet si hantu, ada yang lebih rentan terkena. Ngerti nggak bung maksudku? Menurutmu si hantu pilih kasih nggak kalau mau nempel ke orang?
Kamu dulu pas masih hidup minum obat apa bung untuk mengobati depresimu? Pasti kamu minum Xanax yha mz? Nah aku barusan baca bung kalau salah satu obat yang paling laris di Amerika dan dunia adalah Xanax. Konon sebabnya karena obat golongan benzodiazepine itu yang saat ini diklaim sebagai satu-satunya obat yang secara klinis manjur menghajar si hantu depresi.
Duh bung, tapi ya namanya obat kimia buatan manusia yang tak pernah sempurna, efek sampingnya ngeri bung. Si obat ajaib itu bersifat eskalasi, jadi dia akan selalu minta naik dosis agar efeknya manjur. Masalahnya, ada yang namanya withdrawal bung, kalau si pasien berhenti minum dia bakal kena withdrawal. Mungkin gampangnya sebut aja mirip-mirip sakau gitu ya. Rasanya naudzubillah, lebih buruk dari mati, dan saat fase itu rasanya pengen mati aja. Wajar jika dalam banyak kasus, mereka yang depresi justru mengakhiri hidup saat fase withdrawal karena berhenti minum Alprazolam ini.
Mungkin kamu capek ya bung. Semacam mikir what’s the point? Nobody can save me now. Si hantu nggak bisa diobati, ya sudah mati. Persis lagu lamamu “In The End” yang semacam nubuat “in the end it doesn’t even matter.”
Ya sudah bung, baik-baik di sana. Semoga para ilmuwan segera menemukan penyebab sesungguhnya depresi, apa benar karena tidak seimbangnya perkara senyawa neurotransmitter, atau apa gitu? Semoga mereka juga menemukan obat yang mujarab dan tokcer untuk menyembuhkan depresi. Yang nggak kayak Xanax gitu, tanpa efek samping yang syerem. Biar nggak ada lagi orang yang harus mati kayak kamu bung.
Salam untuk semua yang ada di sana. Eh jadinya di sana indah bak surga atau gelap gulita?
Yogyakarta, 23 Oktober 2017.