Ceritakan padaku sesuatu tentang Hantu!!!
Ujar Nadya kepada tukang cerita.
Maka tukang cerita berkata:
Deep inside there’s a parallel universe. Dunia kita ini sesungguhnya bercabang. Dengan banyak ragam alur kisah terjadi di saat bersamaan. Jauh di salah satu dunia paralel yang bernama Kahuna Plateau, hidup seorang bocah laki-laki bernama Bonbon. Entah mendapat wangsit dari mana, Bonbon yang sebenarnya masih berusia belia telah dengan tegas dan mantap memutuskan jalan hidup yang dipilihnya: Aku hidup untuk menghimpun dan menyusun ilmu pengetahuan.
Maka jadilah Bonbon menghabiskan 1 x 24 jam hidupnya untuk membaca, mengamati dunia, lalu menulis hasil amatannya tersebut ke dalam sebuah batu sabak persis seperti yang muncul dalam kisah nabi Musa.
Bonbon makin keranjingan membaca dan mengamati. Karena semakin lama ia merasa semakin bodoh dan hina: ternyata masih banyak yang belum aku ketahui dari keluasan semesta yang bahkan tak mampu digambarkan oleh imajinasi ini; oh tidak, ternyata begitu banyak kisah nelangsa di dunia, banyak manusia mati tak wajar, banyak aksi tipu-tipu demi kemenangan mutlak segelintir manusia berotak bebal.
Semua tampak begitu utopis. Bonbon merasa gembira sekaligus nelangsa di saat bersamaan. Tekadnya sudah bulat: aku akan mengobati dunia yang sedang kesakitan ini. Tidak bisa tidak, citaku harus dituntaskan.
***
Hantu itu mulai muncul di penghujung tahun. Mulanya hanya sesekali dalam sebulan. Lama-lama ia hadir saban waktu, menemani Bonbon memburu pengetahuan. Bonbon menyadari eksistensi hantu itu dan membiarkannya. Toh si hantu tidak menggangguku, pikir Bonbon kala itu.
Ternyata si hantu mulai nakal. Entah bagaimana si hantu punya kemampuan mengendalikan badan Bonbon. Si hantu mulai gemar mendiami badan Bonbon, menyusup ke pembuluh darah, menggumpal di jantung, serta ngendon di otak, terutama di amygdala yang sesungguhnya nyempil kecil seupil. Alhasil, Bonbon jadi sering merasa ketakutan bukan kepalang. Takut menghadapi apapun yang di luar rumah dan kamar tempatnya belajar. Jadilah Bonbon menjadikan rumahnya sebagai benteng pertahanan terakhir menghadapi dunia yang menakutinya. Bonbon sadar, ini ulah si hantu. Tapi tak mampu ia mengusir si hantu yang kadung bercokol kuat di badannya bak akar tunggang.
Di masa-masa tertentu, hantu itu bisa bikin Bonbon berubah bentuk. Si hantu akan menggiring Bonbon keluar dari benteng, lalu bertandang ke satu atau dua pesta yang digelar kawan-kawan di kota kecil dunia Kahuna Plateau. Di pesta itu Bonbon akan berdansa-dansi dengan irama musik yang syahdu, sembari bernyanyi riang tembang-tembang kegemaran.
Di tengah pesta, saat Bonbon sudah bercengkerama dengan sesama manusia, si Hantu mulai berulah: diubahnya badan Bonbon menjadi sesosok monster. Matanya nyalang merah, kakinya mendadak memanjang dua meter, dengan tangan kanan malih rupa jadi palu, dan yang kiri jadi sabit. Rambutnya menggeliat ganas adalah ular black mamba dengan bisa yang bikin mati manusia dalam duapuluh menit pascadipatuk.
Monster bonbon mulai berlarian ke sana ke mari di tengah pesta yang makin menggila. Si monster lompat-lompat dengan brutal. Ia juga punya kemampuan terbang meski tak punya sayap. Maka beterbangan ia ke langit-langit tempat pesta. Hal yang membuat para khalayak harap-harap cemas berpikir bagaimana kalau Bonbon benar-benar terbang menuju langit yang sebenarnya untuk menuntaskan urusan-urusan langitan?
Si hantu memang kurang ajar. Monster Bonbon yang tadinya berlarian, lompat dan beterbangan lalu diperintahkannya untuk jatuh gedubak di pojokan, menyendiri, menjauhi kerumunan. Bonbon merasa mual sekaligus muak. Ia mulai jengah pada laku si Hantu. Bonbon merasa sedih: aku hidup demi ilmu pengetahuan, senjataku adalah rasio dan logika, serta setumpuk rasa. Tetapi kenapa aku tunduk dan tak mampu melawan Hantu yang menggelayutiku ini? Maka muntahlah Bonbon. Mengeluarkan segala rasa jijik pada dirinya sendiri, serta amarah tak berkesudahan pada si Hantu.
Ketika tengah membuka keran air di wastafel, tiba-tiba Bonbon mendapat gagasan yang menurutnya cukup cemerlang. Jika si Hantu bersemayam tersembunyi dalam pembuluh darah, maka ia bisa diusir jika Bonbon mampu membuka keran di pembuluh darahnya, mengeluarkan sejenak darah yang bersalut esensi si hantu, membersihkan darah tersebut, lalu memasukkan lagi darah melalui keran yang sama.
Maka mulailah ia memasang keran di arteri. Keran itu tampak menonjol di pergelangan tangan kiri. Bisa dibuka dan ditutup sesuka hati. Rupanya si Hantu tak bisa dikeluarkan sekaligus dalam satu waktu. Si Hantu terlalu nakal, menancap kuat pada diri Bonbon. Ah tak jadi masalah, pikir Bonbon. Toh aku bisa membuka dan menutup keran di pergelangan tangan setiap saat. Jika dilakukan berkala, pasti nanti si Hantu akan musnah total dari aliran darah dan jantung. Muspra, sirna, moksa.
***
“Loh aku kan minta diceritakan sesuatu tentang hantu. Harusnya muncul gerombolan memedi semacam tuyul, kuntilanak, pocong, dan makhluk seram lainnya dong. Ini ceritamu kok malah terdengar seperti kisah mental disorder?” Protes Nadya pada tukang cerita.
Lalu tukang cerita menjawab: “justru itu. Bukankah perkara mental itu seperti lazimnya hantu? Antara ada dan tiada, sulit dipercaya, tapi memengaruhi dengan ampuh bagaimana kondisi fisik manusia. Mind over matter begitu loh.”
“Benar juga sih. Ah ya sudah. Aku mau jalan ke kota sebelah. Mencuri senja yang paling indah, lalu menguburnya dalam-dalam di sebuah tanah indah untuk mereka yang terlupakan, rusak, dan ditinggalkan,” tutur Nadya.
Si Tukang Cerita turut serta bersama Nadya.