Ballad of a Pandemic

Aris Setyawan
Aris Setyawan
Posted undermusicmusik

Hari ke 26 swakarantina. Lagu baru Matt Maltese “Ballad of a Pandemic” masih terus saya putar berulang kali. Lirik refrain lagu ini cuma dua kata: I’m scared. Dan dua kata ini barangkali mewakili apa yang saya—dan barangkali banyak orang lain—rasakan. Kita tentu takut pada DNA/RNA berbalut protein bernama coronavirus ini, kita was-was jika COVID 19 menyergap kita.

Ketakutan ini bukan berarti hal yang buruk. Ketakutan ini harusnya malah bisa menyelamatkan banyak nyawa. Karena ketakutan ini yang bikin kita lebih waspada, berhati-hati, menjaga diri tetap tabah dalam swakarantina dan social distancing sesuai anjuran para pakar. Agar kurva penyebaran COVID 19 segera datar, atau semoga menurun drastis.

Bagi mereka yang menjalani swakarantina, segala cara akan dilakukan agar diri tetap waras. Ada yang barangkali tetap bekerja, Work From Home (WFH), ada yang binge watching seri favorit di kanal OTT semacam Netflix, ada yang mendengarkan musik. Saya melakukan ketiga-tiganya, di sela bekerja menulis, saat bosan saya akan nonton beruntun serial atau film. Terakhir saya binge watching serial Kingdom, serta maraton menonton beberapa judul film. Saya juga mendengarkan banyak musik saat swakarantina. Bahkan sering karaoekan sendirian ikut nyanyi-nyanyi di sela lagu-lagu itu. Salah satunya tentu saja karaokean lagu “Ballad of a Pandemic” milik Matt Maltese.

Swakarantina juga memberikan saya banyak waktu luang untuk mendengarkan musik secara lebih baik dan lebih saksama. Saya lebih bisa mendengarkan satu album penuh dari artis tertentu ketimbang mendengarkan senarai yang isinya campur-campur banyak artis.

Di masa swakarantina, kegiatan ini menjadi menarik karena kita bisa belajar dan mengetahui bahwa musisi menyusun satu album dengan sungguh serius. Album musik adalah konsep yang disusun sedemikian rupa oleh musisi, maka ada baiknya didengarkan secara utuh ketimbang memotong-motongnya memilih lagu yang disuka doang dan memasukannya ke senarai.

Ya, mendengarkan musik bikin saya masih waras. Dan awal tahun ini juga banyak rilisan bagus. Di tengah pandemi, beberapa musisi masih merilis karya terbarunya. Saya jadi binge listening (ada ya istilah ini? Haha) album Gigaton Pearl Jam, Song for Our Daughter Laura Marling, dan The New Abnormal milik The Strokes. Ketiganya saya putar dalam heavy rotation, berulang-ulang, tombol repeat all saya pertahankan.

Selain mendengarkan musik, menulis juga bisa dibilang salah satu cara tokcer menjaga kewarasan di masa swakarantina. Maka, postingan ini juga merupakan salah satu cara saya menjaga kewarasan di tengah swakarantina. Iya, tulisan ini nggak jelas juntrungannya mau ngomong apa. Barangkali ini tulisan saya yang paling geje. Tetapi, tulisan ini muncul sebagai katarsis bagi saya, menyalurkan rasa gamang dan was-was, agar tetap waras.

Semoga saya dan kita semua tetap waras menjalani semua ini. Semoga pagebluk ini lekas berlalu.

TaggedBallad of a Pandemiccoronaviruscovid 19Matt Maltesepageblukpandemipandemicwabah


More Stories

Cover Image for Dismantling Hyper-Masculinity in the Indonesian Music Scene

Dismantling Hyper-Masculinity in the Indonesian Music Scene

It’s time for us to dismantling hyper-masculinity and sexism, which is toxic in the Indonesian music scene.

Aris Setyawan
Aris Setyawan
Cover Image for The End of Protest Music in Indonesia?

The End of Protest Music in Indonesia?

When Slank release a song called “Polisi yang Baik Hati”, is it the sign that protest music in Indonesia has been ended?

Aris Setyawan
Aris Setyawan