Auretté and The Polska Seeking Carnival (AATPSC) adalah band asal Yogyakarta yang memainkan musik folk pop melalui medium beragam instrumen musik folk. AATPSC terdiri dari Dhima Christian Datu (vocal, accordion, synthesizer, loop, banjolele, ukulele), Aurelia Marshal (keyboard, synthesizer, vocoder), Danny Rachman (bass, guitar), Ahmad Mursid (trumpet, guitar), Bayu Atmojo (trombone), dan Aris Setyawan (drum, percussion). Terdiri dari Enam orang dengan latar belakang dan selera musik yang berbeda, AATPSC menjumput sedikit unsur dari berbagai musik seperti pop, folk, swing, bahkan rock steady dan reggae, kemudian meramu beragam unsur tersebut dalam satu jalinan musik yang utuh.
Sebagian besar instrumen musik yang dimainkan AATPSC adalah akustik elektrik dan harus dimainkan secara ensemble, misalnya akordeon, ukulele, gitar, trumpet dan trombone, hingga alat perkusi seperti conga dan glockenspiel dan looping. Enam orang dengan latar belakang musik berbeda, beragam unsur musik, dan berbagai instrumen musik folk ini menjadikan musik yang dimainkan AATPSC memiliki keunikan tersendiri
AATPSC merilis debut albumnya pada tahun 2013 dalam dua format: kaset pita seluloid (Tomat Records, JKT) dan cakram padat (rilis mandiri). Dalam waktu singkat debut Self Titled tersebut habis di pasaran dan mendapat respons positif dari berbagai pihak.
Karena banyaknya respon positif sementara album sudah terjual habis, beberapa waktu kemudian akhirnya album debut Auretté and The Polska Seeking Carnival tersebut kemudian dirilis ulang dalam bentuk piringan hitam atau vinyl dan kaset (Elevation Records, JKT). Bahkan karena permintaan masih tinggi, pada tahun 2014 Elevation Records kembali merilis ulang album tersebut dengan tajuk “Redux”.
Setelah wara-wiri di berbagai panggung dan merilis album, AATPSC mulai dikenal oleh khalayak penikmat musik. Respons berbagai media terhadap AATPSC selalu positif. The Jakarta Post menyebut AATPSC sebagai “…seven unassuming young men and women who carved their own niche by playing music that is not only unique but also a breakthrough in a scene…” BBC Indonesia menyatakan “AATPSC disambut baik oleh pendengar musik indie tanah air, terima kasih kepada kemampuan mereka membawakan melodi-melodi sirkus yang utopis.”
South East Asia Indie (SEA Indie) mengulas AATPSC “all the musical creativities have been crytalized into one precious gem; a whimsical melodic and rhythmic style of European music.” Sementara situs pemerhati musik indie Asia Tenggara The Wknd menyebut musik AATPSC “sounds very français but very nusantara at the same time, surprisingly.”
AATPSC mengkategorikan musiknya sebagai jenis folk dan berharap pendengar bisa terbawa ke ‘dunia yang berbeda ketika mendengar musik mereka.
“Kami ingin memberikan konsep utopis, bahwa imajinasi dan rasa ingin tahu merupakan hal yang luar biasa dan bisa buat semua orang bahagia,” kata Aris Setyawan, pemain drum.
“Dengan lagu-lagu ini, kita harap pendengar bisa membayangkan dunia yang tidak punya kata sedih dalam kamusnya. Ada lagu kita, yang berjudul Wonderland yang bisa mewakili maksud kami ini.”
“Bahwa mereka bisa berimajinasi, berlari di padang rumput bersama kelinci dan bahagia.”
“Curiosity and imagination will be great when they’re combined. It’ll take you to some new place such a wonderland. So you could imagine yourself as a seagull. Who have a clear point of view about freedom from the highest sky,” begitu liriknya.
Setelah melewati proses produksi yang cukup panjang, album kedua Auretté and The Polska Seeking Carnival bertajuk Bloom akhirnya dirilis pada 25 Desember 2018. Album ini dirilis dalam format digital dan dapat didengarkan di Spotify, iTunes, Apple Music, Youtube, Deezer, Google Play Music, Tidal, Napster, Amazon Music, dan layanan digital stores lainnya.
Album ini dinamai Bloom yang secara harfiah dapat diartikan “mekar”, sebagai representasi sebuah perubahan atau transformasi yang terjadi baik dari segi musikal maupun personel Auretté and The Polska Seeking Carnival (AATPSC). Secara personal, sejak terbentuk pada 2012 silam hingga sekarang, setiap personel band telah mengalami banyak perubahan dalam hidup mereka. Sementara dari segi musik, Bloom mengalami perubahan yang drastis dan sangat berbeda dengan album pertama AATPSC bertajuk Self Titled yang dirilis pada 2013 silam.
Perubahan musikalitas Bloom dapat dilihat dari segi musik dan lirik. Jika dalam album pertama Self Titled AATPSC banyak menggunakan instrumen akustik dan lirik lagu berbahasa Inggris, pada album Bloom yang berisi 12 lagu ini Auretté and The Polska Seeking Carnival banyak menambahkan instrumen elektronik dan sampling elektronik, serta menggunakan lirik berbahasa Indonesia dalam beberapa lagu.
Selain mengisahkan proses transformasi personal Auretté and The Polska Seeking Carnival, 12 lagu dalam Bloom berkisah tentang kehidupan sekitar. Single pertama bertajuk “Rinai Hujan” berkisah tentang seseorang yang bersedih dan merasa sendu di kala berdiri di tengah hujan, ia mengharapkan seseorang menemuinya dan mengajaknya berteduh. Sementara dalam “Lullaby (Wondering Why)” Auretté and The Polska Seeking Carnival menjabarkan hubungan antara manusia dan Tuhan. “On The Shore” secara sureal menggambarkan sepasang kekasih yang tengah berjalan di pantai.
AATPSC juga menyoroti persoalan sosial dalam lagu “Melerai Lara”, lagu ini menyoroti kaum transgender yang seringnya masih mendapat diskriminasi di tengah masyarakat. Lagu “Tamasya” menjabarkan para manusia yang suka bertamasya, namun terkadang baik sengaja atau tidak sengaja merusak alam sekitar. AATPSC juga menyoroti masalah kesehatan mental/jiwa dalam lagu “The Bell Jar.”
Di album ini Auretté and The Polska Seeking Carnival juga berkolaborasi dengan beberapa musisi lain. Misalnya dalam lagu “The Bell Jar”, Gardika Gigih bermain piano dan membuat reverse sampling, dan YK Brass Ensemble mengisi departemen brass section atau alat tiup besi.